Ganti Edjaan Lama

balik ke Edjaan Lama

Wednesday, December 30, 2009

Sekolah Batin Brian - Sekolah Kehidupan

6 bulan lalu, anak saya Brian tamat TK dan mestinya masuk SD.
Problemnya, umurnya belum lagi 6 tahun dan saya sepakat dengan istri untuk tidak memaksakan dia masuk SD seperti kakaknya yang berangkat pagi pulang sore.
He was just too young to handle such activities
Jadinya, sembari menunggu tahun depan, kami masukkan dia ke sebuah SD negeri, tak jauh dari kompleks tempat kami tinggal.

Ada banyak SD negeri yang bagus-bagus – saya percaya itu
Tapi karena tujuannya memang hanya untuk mengisi waktu, pilihannya jatuh pada SD terdekat dari rumah kami.

Begitu melihat fisik bangunan SD itu yang cukup menyedihkan, awalnya saya sempat ragu. Bisa belajar apa dia dengan keterbatasan seperti itu?
Tapi mengingat dia hanya akan berada kurang dari setahun disitu, apalagi tempatnya relatif aman karena masuk lorong, no problem lah. Paling tidak Brian tidak bosen dirumah.

Alhasil…jadilah dia bersekolah di sana, meski sering diledekin kakaknya karena jam belajarnya hanya kurang dari 2 jam saja.
Secara umum sih perhatian gurunya memang tidak seintens perhatian guru disekolah kakaknya, tapi so far not bad lah.

Yang unik adalah alat tulisnya yang hampir tiap hari berkurang satu.

Kemarin, saat saya tanyakan ke Brian, jawabannya sungguh menohok hati saya.
Ternyata alat tulis itu diberikan ke teman-temannya!

Dari ceritanyalah saya baru tahu bahwa teman-temannya sebagian besar berasal dari keluarga tak mampu. Ada yang ibunya jadi pembantu harian, ada yang bapaknya sopir angkot.

Istri saya yang tiap hari menjemput juga cerita kalau kadang ada dari ibu anak-anak lain yang untuk beli beras pun bayarnya pakai koin semuanya. Karena ternyata suaminya polisi cepek.

Fakta itu bikin saya tersadar.
Betapa sering kita berinteraksi dengan mereka tanpa pernah berpikir bahwa mereka juga orang tua yang punya satu dua anak dirumah yang menjadi tanggung jawab mereka.
Seringkali kita jengkel terhadap polisi cepek yang lagaknya kayak preman kampong tanpa melihat lebih jauh bahwa boleh jadi mereka begitu karena pusing mikirin besok bisa beli beras atau ngutang lagi.

Ahhhh..
Siapa sangka justru disekolah kumuh itu, bukan hanya Brian – tapi juga kami - yang bisa belajar tentang kehidupan

No comments: