Ganti Edjaan Lama

balik ke Edjaan Lama

Friday, August 20, 2004

.......................

....................
satu satu daun berguguran
jatuh ke bumi dimakan usia
tak tertengar tangis tak terdengar tawa
redalah, reda......

waktu terus bergulir
semuanya mesti terjadi
daun daun berguguran
tunas tunas muda bersemi

satu satu daun jatuh ke bumi
satu satu tunas muda bersemi
tak guna menangis
tak guna tertawa
redalah, reda....



Untuk semua yang peduli
Dan turut berbagi duka
Terima Kasih ........
Tapi please, jangan bilang turut berduka lagi
Cukup berikan senyum
Saya tau anda peduli
tapi mohon kasih kesempatan mata ini kering

Untuk Profesor Haris Bundu, MA
The best daddy in the world
I'm gonna be like you, Dad
You know, I'm gonna be like YOU


Wednesday, August 18, 2004

DIRGAHAYU INDONESIAKU!

Sepotong doa untuk tumpah darahku:

Where the mind is without fear and the head is held high;
Where knowledge is free;
Where the world has not been broken up
into fragments by narrow domestic walls;
Where words come out from the depth of truth;
Where tireless striving stretches its arms towards perfection;
Where the clear stream of reason
has not lost its way into the dreary desert sand of dead habit;
Where the mind is led forward by thee into ever-widening thought and action
Into that heaven of freedom, my Lord, let my country awake

(taken from Rabindranath Tagore's Gitanyali)


Ini Agustusan ke dua buat saya di OCEAN BARONES. Tanpa terasa OB menginjak tahun keduanya di laut Indonesia. Menyenangkan kerja dan merayakan agustusan disini. Meski konon ini sekaligus jadi tahun terakhir karena kalo gak ada perubahan rencana, Desember ini kontrak OB berakhir untuk kemudian masuk Dock di Keppel Fels Singapore lagi sebelum ditarik ke Australia. Tapi, lupakanlah itu untuk sesaat. It's Party Time!

Trus mengenai acaranya: Acaranya sebenarnya sama aja seperti tahun lalu. Ada Upacara bendera, pastinya. Yang diikuti seluruh crew, Expat maupun pribumi. Setelah itu dilanjutkan dengan pembagian door prize dan hadiah-hadiah untuk pemenang kuis safety. Dan acara paling dinanti - seenggak-enggaknya sama saya :P - acara makan BESAAAAR. Ada Lobster, tenderloin steak, sate kambing, kakap merah gede-gede, gak ketinggalan nasi tumpeng lengkap, banyak deh pokoknya. Hasilnya ...... jam 12 siang saya kekenyangan dan tewas dengan sukses :p


Monday, August 16, 2004

Terima kasih, Tuhan

siang di depan kantor IDI, Menteng.......
suatu episode dalam hari-hari sibuk Jakarta


Perempuan tua kumal lusuh memanggul bungkusan sarung dipundak rentanya, berjalan dari satu mobil ke mobil lain, berharap bisa mengais sedikit rejeki dari kemurahan hati sesamanya.
Ada beberapa keping logam seratusan didalam gelas plastik bekas Aqua ditangannya, pastilah tak cukup bahkan untuk sekedar membeli sepiring nasi berlauk tempe di warung tegal.
Lantas, bagaimana ia harus terus meniti hidup di sisa usianya?
Episode singkat itu mengusik nurani saya.
Sampai malam memeluk, wajah pasrah terbakar terik surya itu masih terbayang.

Beberapa hari belakangan memang ada rasa tak puas dengan hidup yang saya jalani.
Betapa tidak? Sampai menginjak tahun ke tiga puluh tiga hidup saya rasanya masih banyak mimpi yang belum lagi tercapai.
Pastinya sebagian mimpi itu berkisar seputar materi.
Lalu karenanya sempat saya down dan merasa gagal
Bahkan sampai menafikan betapa banyak nikmatNya yang saya terima.

Hari itu
Seorang pengemis tua disimpang Sam Ratulangi
Mengajari saya bahwa dalam hidup, begitu banyak karunia yang kita nikmati tanpa menyadarinya.
Bahwa jalan hidup yang terasa sulit ini masih lebih baik daripada jalan hidup banyak orang lain
Yang menerimanya dengan lapang dada dan rasa syukur.
Sepotong kalimat dari buku lama yang pernah saya baca terngiang ditelinga
"saya selalu merasa betapa malangnya hidup saya karena tidak bersepatu,
sampai kemudian saya bertemu orang yang tidak berkaki"


Malam semakin malam.
Hati kecil saya bersujud mengucap syukur.
Ketika setetes air bening mengalir dipipi
Semuanya terasa lebih indah.
Terima Kasih, Tuhan!

Thursday, August 12, 2004

Will This Be My Coffin?

Tiap kali berdiri disamping pesawat pikiran itu pasti moncul dibenak saya.
Will this be my coffin?
Sebagai orang yang mengidap acrophobia atawa takut berada di ketinggian, sebenarnya wajar-wajar aja kalo hal seperti itu kepikir. Meski kadarnya gak sampe kayak Dennis Bergkramp yang sama sekali gak mau naek pesawat.

Saya masih bisa naek pesawat meski dengan perasaan was-was terutama saat pesawat mo take off atau landing. Selebihnya saya bisa tenang-tenang aja di udara, termasuk masih bisa ngelirik-lirik kalo ada pramugari yang cakep :p

Biasanya yang bisa membantu menenangkan saya adalah dengan baca hasil-hasil penelitian yang nunjukin kalo pesawat adalah kendaraan teraman didunia.

Seorang penerbang senior yang diwawancarai di SCTV pun bertutur serupa. Pesawat adalah kendaraan teraman didunia, katanya. Ironisnya rekaman video itu diambil beberapa saat sebelum pesawat ringan yang dikemudikannya jatuh di Jawa Barat menewaskan seluruh penumpang pesawat itu termasouk sang pilot.

Dulu sebelum kerja di anjungan pengeboran minyak di selat Makassar ini, dalam setahun paling banyak 3-4 kali saya naek pesawat. Namun sajak setahun lalu paling sedikit 2 kali sebulan saya terbang melintasi Jakarta-Balikpapan. Belom lagi kalo saya mesti ke Makassar atau ke Palu menengok bokap. Tapi kayaknya rasa was-was itu tetap aja ada.
Apa orang lain juga merasakan hal yang sama?
Apa pikiran itu sempat juga terbersit di kepala mereka?
Will this be my coffin?
Ahh... sebentar lagi saya mesti menjawab pertanyaan itu.
(Ditulis di Sukarno-Hatta International Airport, August 11, 2004 06.25 a.m.)

SELAMAT JALAN PAK MANDAGIE ..........

Berita Kompas hari ini:
Denpasar, Kompas - Suasana duka menyelimuti atlet dan jajaran Pengurus Besar Federasi Aero Sport Indonesia menyusul kesuksesan mereka memecahkan rekor terjun payung formasi kerja sama di udara yang melibatkan 100 penerjun dari 17 negara, Rabu (11/8) di sekitar Bandar Udara Ngurah Rai, Tuban-Badung, Bali.

Salah seorang penerjun andal Indonesia, Theodorus Petrus Mandagie, meninggal akibat kecelakaan saat terjun sore, dalam rangka merayakan keberhasilan mereka memecahkan rekor tersebut.

Almarhum Theodorus Petrus Mandagie yang kerap disapa Theo Mandagie merupakan satu dari delapan penerjun payung Indonesia yang turut dalam upaya pemecahan rekor terjun payung formasi itu. Saat turut melangsungkan sunset yumping (terjun payung sore hari) dari ketinggian 14.000 kaki (sekitar 4.500 meter) pukul 18.07, Theo Mandagie gagal membuka payung utama dan payung cadangannya. Tubuhnya ditemukan di rawa-rawa di sisi selatan pagar bandar udara oleh penduduk setempat.


Satu lagi dari keluarga Mandagie pulang menghadap penciptanya melalui jalan yang sama.
Jalan yang dipilih sendiri oleh mereka dengan kesadaran dan dignity.
Seperti juga keinginan seorang jenderal tua yang memilih mati di medan perang daripada diranjang kamarnya.
Seperti hasrat pendekar pedang yang memilih mati dijalan pedang.
Inilah jalan mereka. Jalan yang mereka pilih karena cinta.
Relakan kepergian mereka
Tanpa perlu isak tangis. Apalagi penyesalan.

Selamat jalan Pak Mandagie
Seperti kalimat klise yang selalu saya tulis;
kematian hanyalah tidur panjang
Tetap tersenyum dalam tidurmu