Ganti Edjaan Lama

balik ke Edjaan Lama

Tuesday, January 18, 2005

JANGAN MENANGIS LAGI, ACEHKU! (2)

Rencana buka pos kesehatan selama lima hari di Pulau Nasi, akhirnya dibatalkan. Dengan hanya 500 jiwa tersisa. Mereka tidak kekurangan air bersih, persediaan makanan cukup(di kantor koramil tempat kita buka pos kesehatan masih ada sekitar 20-an karung beras), dan sebagian yang sakit berat sudah di evakuasi ke Banda Aceh atas inisiatif Danramil. Kami pun hanya membuka pos kesehatan selama satu hari, kemudian menitipkan obat-obatan pada 2 orang penduduk pulau yang kebetulan mahasiswi akademi perawat.

Teman-teman agak agak kecewa sebenarnya. Karena kita membawa persediaan yang cukup untuk 5 hari. Bahkan tadinya direncanakan untuk membuka pos kesehatan berlanjut. Tapi problem klasik di daerah bencana rupanya juga terjadi di Aceh. Bahkan lebih parah. Tidak ada informasi yang akurat tentang kondisi Aceh setelah Tsunami!.
Permintaan Satkorlak Pengendalian Bencana dan Pengungsi untuk mengirim kita ke Pulau Nasi ini misalnya. Sama sekali tidak didasari data yang akurat. Ketika diperintahkan berangkat, saya sebenarnya sudah ngotot untuk minta gambaran kasar kondisi disana. Tapi Satkorlak tidak punya data. Baru setelah tanya kiri kanan ke orang lain, kita bisa punya informasi tentang P. Nasi, itupun kondisi pra-bencana.
Akhirnya terjadilah yang ditakutkan. Kita nembak lalat pakai meriam!. Tim yang berangkat ke P. Nasi membawa 1 dokter bedah, 1 dokter Anak, 1 dokter Penyakit Dalam, 2 dokter umum, 2 mahasiswa FK (UI dan Unsyiah) serta 1 perawat, cuma untuk mengobati 60 orang yang sakit ringan, sebagian malah hanya datang minta vitamin!

Lebih aneh lagi, ketika kita memutuskan pulang, dengan pertimbangan tim ini terlalu mubasir untuk bertahan di P. Nasi sementara masih banyak daerah lain kekurangan tenaga, begitu sampai di Banda Aceh, orang yang mengirim kita, dengan bersungut-sungut mengeluh: "Waduh! saya bisa dimaki Panglima ini!"
Lha???????
Anda kesini untuk menyenangkan Panglima atau nolong korban Tsunami???
Satu lagi problem klasik manajemen bencana tuh, ada sebagian orang yang hanya memperhitungkan publisitas dan ABS! Perkara bantuannya sampai sasaran atau nggak soal belakang, yang penting dia bisa berkoar ke petinggi kalo sudah ngirim satu tim komplit ke Pulau Nasi!!!
Bullshit!



Kecewa dengan Disaster Management Support yang berantakan di Banda Aceh, saya kemudian memutuskan untuk tinggal di Banda Aceh dan membantu teman-teman mempersiapkan tim-tim yang akan berangkat supaya tragedi P. Nasi tidak terulang.

Kesimpulan kita sampai hari ke 16 pasca Tsunami, belum ada data akurat tentang pos-pos pengungsi, Incident Commander tidak berjalan, koordinasi kacau. Semestinya Satkorlak sebagai Incident Commander tahu persis dimana lokasi yang membutuhkan bantuan, sudah ada berapa tim yang kesana, masalah apa saja yang belum teratasi, tapi kenyataannya?

Pengalaman lucu lagi terjadi saat saya menemani relawan dari Korean Medical Association (KMA), karena gak dapat informasi yang jelas dari Satkorlak, kita berkeliling Banda untuk mencari pos yang belum atau tidak tertangani. Sampai di RS Malahayati, kelihatannya RS itu belum beroperasi, hanya ada satu spanduk LSM kesehatan - sebut saja LSM Blablabla - yang terpasang disana, karena tim Korea ini sudah siap bekerja akhirnya kita minta ijin aja sama LSM tersebut untuk bekerja sama mengoperasikan RS Malahayati.
Sama komandannya dijawab: "Boleh saja bergabung dengan kita, tapi dengan beberapa syarat; pertama RS ini akan beroperasi dengan nama RS. Malahayati-Blablabla, kedua: untuk kali ini tim Korea boleh bergabung, selanjutnya cukup kasih bantuan peralatan medis dan peralatan RS saja, seperti meja operasi, mesin anestesi, tempat tidur dan lain-lain, ketiga: tim Korea harus memutuskan kerja samanya dengan IDI dan bekerja dibawah bendera kita!"
Gila!
Ini orang datang ke Aceh untuk cari nama rupanya!
Kalau memang pengen ganti nama RS dengan nama LSMnya, tanggung mas, kenapa gak ke Meulaboh aja, kangkangi tuh seluruh Meulaboh dan ganti nama kotanya jadi kota Meulaboh-Blablabla!
Sengaja tidak saya pasang nama LSMnya disini, karena saya percaya gak semua anggotanya brengsek seperti si komandannya itu. Anggap saja ini penghargaan untuk mereka.

Tapi yang jelas karena penolakan itu, tim Korea batal masuk ke Malahayati dan sampai hari Selasa, 12 Januari, 2 hari kemudian, saat saya meninggalkan Banda Aceh, Malahayati belum juga beroperasi!.

No comments: