Ganti Edjaan Lama

balik ke Edjaan Lama

Tuesday, October 26, 2004

PENGANIAYAAN LAGI DI STPDN
Sulitnya Mengubah Tradisi Preman

Kasus penganiayaan praja yunior STPDN terulang lagi. Kali ini korbannya Ikhsan Suheri, calon praja dari Nanggroe Aceh Darussalam. Buntut dari peristiwa ini, menurut Detik.com hari ini, 5 orang praja senior STPDN diperiksa Mapolres Sumedang. Ikut dipanggil dalam pemeriksaan adalah dokter yang bertugas dilembaga itu untuk memberikan keterangan.

Aneh rasanya!
Masih segar di ingatan kita kasus penganiayaan (baca: pembinaan/pen) yang jelas menjatuhkan nama baik lembaga ini beberapa waktu silam, kali ini - seolah gak ada kapoknya - pemukulan kembali terjadi.
Apa nama STPDN memang harus diganti jadi Sekolah Tukang Pukul Dibiayai Negara?
Atau ini memang cermin pendidikan buat para praja yang nantinya akan menjadi among bagi rakyatnya?
Bahwa mereka harus keras, kalau perlu maen gampar, pukul, atau tendang kalo ada rakyatnya yang berbeda paham?
Sebenarnya bahkan ide pembentukan STPDN yang lahir di ORDE BARU pun rasanya sudah tidak sejalan lagi dengan kondisi pasca reformasi.
Kalau hanya untuk mendidik calon pamong, membekali mereka dengan ilmu dan disiplin yang akan mereka perlukan nanti, apa harus dengan cara semi militer?
Yang hanya akan memberikan kesan ekslusif?

Seorang perwira AL, yang kebetulan sekamar sama saya pada saat rekaman video 'pembinaan' di STPDN yang heboh itu ditayangkan, hanya bisa geleng-geleng kepala.
"Jamannya saya pendidikan militer pun gak sampai kayak gitu" kenangnya.
Padahal mereka adalah tentara, yang memang dididik untuk berhadapan dengan musuh, pilihannya membunuh atau dibunuh. Toh tidak sampai seheboh itu.

Problemnya adalah ketika metode pendidikan militer ditiru oleh yang non-militer, yang ditangkap hanya kulit-kulitnya bukan intisari ajarannya, sehingga kemudian yang ada hanyalah tradisi maen pukul, gampar dan tendang.
Dan itu diperumit oleh sikap pengajar STPDN sendiri yang cendurung melindungi kesalahan anak didiknya.
Seperti tragedi yang menimpa Ikhsan misalnya, disaat awal kejadian ini mulai terkuak, Ketua STPDN, I Nyoman Sumaryadi membantah keras kebenaran peristiwa itu.
"Ikhsan hanya mengalami kecelakaan tertimpa barbel sama sekali tidak ada pemukulan oleh seniornya"
Sikap seperti ini yang hanya akan membuat tradisi barbar itu kian lekat diSTPDN.
Sikap yang akhirnya menyisakan tanya: jangan-jangan staf pengajarnya pun memang setuju dengan pola preman di kampusnya?
Kalau begini, tinggal tunggu saja Ikhsan-Ikhsan berikutnya
Atau malah kabar tentang rakyat yang dianiaya oleh 'centeng' berijazah Sekolah Tukang Pukul Dibiayai Negara.

No comments: