Ganti Edjaan Lama

balik ke Edjaan Lama

Monday, March 07, 2005

PEMBANTU*

Pembantu!
Kira kira apa yang pertama kali terbetik dibenak anda sewaktu kata ini disebut?
Sedih karena ketidakberdayaan mereka?
Jengkel karena ada segelintir dari mereka yang 'belagu'?
Seperti pengakuan seorang penyiar wanita disebuah radio untuk perempuan di Jakarta, 'mereka gak boleh dikasih hati deh, pasti ujung-ujungnya jadi belagu!!'
Seperti itu kah????

Tetapi bagaimanapun - buat saya - selalu saja ada rasa miris setiap kali mendengar cerita kehidupan mereka. Getirnya hidup mereka. Jalan gelap berliku tanpa ujung yang harus mereka tempuh. Pahit sungguh. Apalagi kalau itu diukur dari standar hidup 'kita'.

Coba bayangkan, hanya untuk memperoleh 200-400 ribu rupiah perbulan, mereka harus membanting tulang bahkan sejak kita masih lelap bermimpi. Pun sampai ketika kita sudah jatuh pulas tertidur, mereka masih saja bekerja.
Apalagi kalau keluarga tempat mereka berbakti punya anak kecil! Ketika si kecil menangis dimalam hari, ada kalanya dalam rehat tidur yang hanya sebentar itu mereka yang masih harus ikut bangun menyiapkan sebotol susu. Begitu terus tanpa henti. Dari Senin sampai Senin lagi. Tanpa kejelasan kapan roda nasib mereka bergulir.

Bandingkan dengan 'kita'.
Sehari paling banter kita bekerja 8 jam, sebagian mungkin bekerja 12 jam sehari.
Tapi di Sabtu dan Minggu kita bebas. Setiap tahun kita berhak cuti. Dengan gaji tetap dibayar pastinya!. Ketika hari raya tiba, ada THR yang menanti. Ada tunjangan kesehatan, pesangon atau dana pensiun. Ada standar gaji minimal. Dan masih banyak kemudahan lain. Bahkan untuk para buruh sekalipun.

Tapi entah kenapa, sampai sekarang belum pernah ada yang namanya batas upah minimum pembantu. Belum pernah ada kabar pembantu yang pensiun. Belum pernah ada aturan yang mengharuskan pembantu bekerja 40 jam seminggu atawa 8 jam sehari dengan konsekwensi bahwa setiap kelebihan jam akan dihitung sebagai over time!
Belum pernah ada!

Padahal jumlah mereka yang terpaksa melakoni profesi ini tak terbilang banyaknya. Dan andai saja dibikin partai, akan ada banyak pembantu yang duduk jadi anggota dewan yang terhormat.

Pernahkah dalam waktu sesaat saja sempat terbersit dibenak kita memikirkan tentang nasib mereka. Menyadari bahwa sebagian dari keberhasilan kita adalah karena andil mereka.

Hari ini, menggoreskan tentang mereka disini, ditempat yang mungkin bahkan takkan dibaca orang. Ada rasa bersalah yang timbul. Bahwa saya sendiripun tak banyak berbuat untuk mereka. Padahal jasa mereka sungguh tak terhitung.

Untuk Wiwin, pembantu saya dirumah:
Maaf Wiwin, hanya ini yang bisa saya berikan.
Ucapan terima kasih, upah tak seberapa dan sepotong doa semoga kelak anak cucumu tak lagi menjalani garis hidup seperti kamu.
You are the wind beneath our wings**

* ditulis setelah membaca berita ini
** dari lirik lagu Wind Beneath My Wings

No comments: