Ganti Edjaan Lama

balik ke Edjaan Lama

Monday, August 16, 2004

Terima kasih, Tuhan

siang di depan kantor IDI, Menteng.......
suatu episode dalam hari-hari sibuk Jakarta


Perempuan tua kumal lusuh memanggul bungkusan sarung dipundak rentanya, berjalan dari satu mobil ke mobil lain, berharap bisa mengais sedikit rejeki dari kemurahan hati sesamanya.
Ada beberapa keping logam seratusan didalam gelas plastik bekas Aqua ditangannya, pastilah tak cukup bahkan untuk sekedar membeli sepiring nasi berlauk tempe di warung tegal.
Lantas, bagaimana ia harus terus meniti hidup di sisa usianya?
Episode singkat itu mengusik nurani saya.
Sampai malam memeluk, wajah pasrah terbakar terik surya itu masih terbayang.

Beberapa hari belakangan memang ada rasa tak puas dengan hidup yang saya jalani.
Betapa tidak? Sampai menginjak tahun ke tiga puluh tiga hidup saya rasanya masih banyak mimpi yang belum lagi tercapai.
Pastinya sebagian mimpi itu berkisar seputar materi.
Lalu karenanya sempat saya down dan merasa gagal
Bahkan sampai menafikan betapa banyak nikmatNya yang saya terima.

Hari itu
Seorang pengemis tua disimpang Sam Ratulangi
Mengajari saya bahwa dalam hidup, begitu banyak karunia yang kita nikmati tanpa menyadarinya.
Bahwa jalan hidup yang terasa sulit ini masih lebih baik daripada jalan hidup banyak orang lain
Yang menerimanya dengan lapang dada dan rasa syukur.
Sepotong kalimat dari buku lama yang pernah saya baca terngiang ditelinga
"saya selalu merasa betapa malangnya hidup saya karena tidak bersepatu,
sampai kemudian saya bertemu orang yang tidak berkaki"


Malam semakin malam.
Hati kecil saya bersujud mengucap syukur.
Ketika setetes air bening mengalir dipipi
Semuanya terasa lebih indah.
Terima Kasih, Tuhan!

No comments: